ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Oleh :
NAMA :YUNI
KOMARUL W
NPM : 27211662
KELAS :
2EB25
FAKULTAS :
EKONOMI
JURUSAN :AKUNTANSI
UNIVERSITAS GUNADARMA 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “HUKUM PERDATA”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian hukum perdata itu sendiri serta hukum perdata yang berlaku diindonesia, sejarah tentang hokum perdata dan pengertian hukum dan keadaan hukum diindonesia.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang sejarah peroperasian yang ada diindonesia ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha saya. Amin.
Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha saya. Amin.
PEMBAHASAN
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem
hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang
dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental,
khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan
wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda. Hukum Agama, karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at
Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah Nusantara.
Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan
kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari
hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara
serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara),
kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara),
kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk
atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan
yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan
perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara
lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan
Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang
terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa
kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum
lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal
KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang
tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan
Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan
azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda,
BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum
perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab
undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian,
yaitu:
* Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum
perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai
timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan,
keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan,
sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di
undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
* Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi
(i)
benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah,
bangunan dan kapal dengan berat tertentu)
(ii)
benda berwujud
yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak
(iii)
benda tidak
berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan
dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
tentang hak tanggungan.
* Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda)), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
* Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka
KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia
Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya
serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah
panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang
dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia,
pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah
Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk
turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak
berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya
sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud
Haarlem.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah
hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata
yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada
awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa
Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W.
Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan
Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia
sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok
Agraria No.5 Tahun 1960.
Sejarah Singkat Hukum Perdata yang Berlaku di
Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di
Indonesia, tidak lepas dari Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku
Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan
setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli
dari negara-negara di Eropa, oleh karena itu hukum di di Eropa tidak
terintegrasi sebagaimana mestinya, dimana tiap-tiap daerah memiliki
peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat jelas bahwa tidak adanya
kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang mencari jalan untuk
kepastian hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata
dalam satu kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga
dapat disebut “Code Napoleon”.
Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman
Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum. Akhirnya
pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan) akhirnya
dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de Commerce”.
Sejalan degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811),
maka Raja Lodewijk Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het
Koninkrijk Holland” yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code
Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan
dengan Perancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini
tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun
kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai
memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5
Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan
WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan
bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de
Commerce.
Dan pada tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland
ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik
Hukum).
Sampai saat ini kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW
(Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
PENGERTIAN DAN KEADAAN
HUKUM DIINDONESIA .
Keadaan Hukum Di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang
ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang
mempengaruhinya antara lain
1.
Faktor Etnis
2.
Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada
pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 golongan yaitu:
1.
Golongan eropa
2.
Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
3.
Golongan timur asing (bangsa cina, india, arab)
Untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan
berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya
bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak
mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda
terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya
terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai
berikut :
1.
Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana
beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab
undang-undang yaitu di kodifikasi).
2.
Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan
yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas konkordasi).
3.
Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika
ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
4.
Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka
belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
5.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam
undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan
antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum
pidana. Pengertian hukum privat (hukum perdana materil) adalah hukum yang
memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perorangan didalam
masyarakat dalam kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Selain
ada hukum privat materil, ada juga hukum perdata formil yang lebih dikenal
dengan HAP (hukum acara perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat
segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di
lingkungan pengadilan perdata.
SISTEMATIKA
HUKUM YANG ADA DIINDONESIA
Di Indonesia dikenal ada beberapa sistem
hukum yang berlaku, yaitu sistem hukum adat, sistem hukum Islam, dan sistem
hukum nasional. Sistem hukum nasional dan sistem hukum Indonesia adalah dua hal
yang berbeda. Sistem hukum nasional berarti sistem hukum yang diberlakukan oleh
negara (state law), sedangkan sistem hukum Indonesia merefleksikan
keanekaragaman hukum yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum nasional berasal
dari dua istilah yaitu sistem dan hukum nasional. Pengertian sistem telah
dijelaskan di bagian terdahulu. Sedangkan hukum nasional adalah hukum atau
peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan
konstitusional negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di
atas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa
bangsa sendiri.
Hukum nasional tidak lain adalah sistem
hukum yang bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa yang sudah lama ada dan
berkembang sekarang. Sistem hukum nasional adalah sebuah sistem hukum (meliputi
materiil dan formil; pokok dan sektoral) yang dibangun berdasarkan ideologi
negara Pancasila, UUD 1945 dan dapat juga bersumber pada hukum lain asal tidak
bertentangan dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945, serta berlaku di seluruh
Indonesia.
Sistem hukum nasional seperti yang
diutarakan di atas tersebut masih belum dapat terwujud sepenuhnya di Indonesia.
Masih begitu banyak peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih dan
bertentangan satu sama lain. Hukum sebagai suatu sistem tidak menghendaki
adanya peraturan yang saling tumpah tindih atau bertentangan. Di Indonesia
masih banyak peraturan perundang-undangan yang tidak mencerminkan
nilai-nilai Pancasila maupun UUD 1945 sehingga dalam penerapannya tidak
memberikan rasa keadilan bagi rakyat dan tidak adanya kepastian hukum.
Ketika berbicara mengenai sistem hukum,
maka ada tiga komponen penting yang juga perlu dilihat, yaitu legal structure, legal substance, dan legal culture.
Pembangunan sistem hukum yang dilakukan di Indonesia masih dominan secara
substansi saja, namun struktur dan budayanya masih kurang mendapatkan
perhatian. Indonesia belum memiliki sistem hukum nasional yang representatif.
Untuk dapat mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan keadilan maka
perlu dikembangkan budaya hukum di seluruh lapisan mayarakat. Kemudian mengakui
dan menghormati hukum adat dan hukum agama serta memperbaharui undang-undang
warisan kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif. Perilaku aparat
penegak hukum juga perlu diperbaiki sehingga tidak hanya hukumnya saja yang
baik tapi dalam implementasinya pun dapat berjalan dengan baik karena dukungan
aparat penegak hukum yang baik pula. Hal-hal tersebut perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya pula oleh
pemerintah dan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar