Jumat, 13 April 2012

tugas 3 Dapak kenaikan BBM terhadap pemilu tahun 2014




Ahmad widodo 20211458
Panca Ragil 25211489
Vera Christina 27211256
Yuni Komarul Wardani 27211662

Kelompok 11
Kelas 1EB22





Dampak Kenaikan BBM terhadap Pemilu 2014


Hampir pasti harga BBM akan naik, setelah pemerintah melihat kebijakan tersebut dari berbagai aspek tak bisa terhindarkan.
Sebagaimana kebijakan lain, hal-hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak melahirkan pro-kontra. Tidak semua partai yang memiliki kursi di DPR setuju. Bahkan, perbedaan itu juga terjadi di koalisi pemeritahan. Munculnya perbedaan itu tak lepas dari kepentingan membangun citra partai pada Pemilu 2014.
Aksi menolak kenaikan BBM diharapkan dapat membangun kesan bahwa partai itu telah membela kelompok masyarakat yang menderita. Dalam argumen berbeda, partai-partai yang mendukung kenaikan harga BBM juga tidak semata-mata berangkat dari argumentasi teknis. Bahwa sebagai konsekuensi dari terlalu banyaknya subsidi BBM, tidak sedikit program pembangunan yang mengalami gangguan. Menaikkan harga BBM, dalam justru dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan muka pemerintahan.
Pada bagian lain, pemerintah juga telah menyiapkan sejumlah program kompensasi. Di antaranya adalah pemberian bantuan langsung tunai (BLT) dan program lain, seperti beasiswa dan subsidi kesehatan.
Sementara itu, untuk memberikan lapangan pekerjaaan di kalangan bawah, disiapkan program pembangunan infrastruktur, khususnya infrastruktur perdesaan. Entah terkait secara langsung atau tidak, kalangan abdi negara dan pensiunan telah menikmati kenaikan gaji.

Rujukan 2005

Ketika program-program kompensasi berjalan baik, kekecewaan terhadap kebijakan menaikkan harga BBM diharapkan oleh pembuatnya bisa berkurang. Implikasinya, kebijakan itu diharapkan tidak perpengaruh terhadap dukungan pemilih dalam Pemilu 2014.
Kasus kenaikan harga BBM pada 2005, paling tidak, bisa dijadikan rujukan. Sesaat setelah kebijakan itu dibuat dan diimplementasikan, banyak orang kecewa dan tingkat keterpilihan Partai Demokrat langsung turun. Tetapi, beberapa tahun setelah itu, keadaan berbalik. Bahkan pada Pemilu 2009, perolehan suara Demokrat meningkat tiga kali lipat. Hal ini tidak lepas dari adanya program kompensasi yang bisa berjalan, khususnya BLT, dan kinerja perekonomian yang relatif baik.
Kalkulasi yang manakah yang akan terjadi, apakah dari kelompok yang pro atau yang kontra? Konteks politik dan ekonomi yang melandasi kebijakan menaikkan BBM pada 2005 dan 2012 memiliki perbedaan.
Pada 2005, koalisi relatif lebih solid kalau dibandingkan saat ini. Hal ini tidak lepas dari gonjang-ganjing kasus Bank Century yang berkepanjangan yang mendera pemerintahan SBY-Boediono. Selain itu, belakangan Demokrat dilanda badai yang sangat dahsyat setelah mencuatnya kasus megakorupsi yang menimpa Nazaruddin, bendahara Demokrat.
Di bidang ekonomi juga terdapat perbedaan. Pada awal 2005, kondisi makroekonomi tidak cukup bagus. Kebijakan menaikkan harga BBM diambil sebagai upaya penting untuk membenahi perekonomian. Sebaliknya, pada 2012, makroekonomi relatif bagus. Kebijakan menaikkan BBM lebih diarahkan untuk menjaga momentum yang sudah bagus itu.




Gejolak Massa
Terlepas dari adanya perbedaan skenario semacam itu, kebijakan menaikkan harga BBM jelas tidak lepas dari guncangan. Hal ini terlihat dari aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa di sejumlah daerah, seperti di Jakarta dan Makassar.
Pertanyaanya adalah, apakah gejolak itu akan membesar dan melibatkan massa yang lebih besar ketika kenaikan BBM diimplementasikan? Hal ini tidak bisa dilepaskan dari besaran subsidi yang dikurangi. Ketika besaran subsidi masih dalam batas yang bisa ditoleransi secara psikologis, sekitar Rp1.000—Rp1.500 per liter, misalnya, gejolak yang timbul barangkali tidak akan berlangsung secara masif. Hal itu lain lagi kalau subsidi terhadap BBM dicabut secara total.
Di kalangan mahasiswa sendiri juga terdapat pandangan yang beragam terhadap rencana kenaikan BBM. Sebagian dari mereka menolak. Tetapi banyak juga yang bisa menerima atau acuh tak acuh. Pada bagian lain, dalam dua tahun terakhir ini terdapat kebijakan mahasiswa yang sangat pro kelompok miskin, yaitu kebijakan Beasiswa Bidik Misi.
Sampai 2012, terdapat sekitar 90 ribu mahasiswa miskin yang menerima beasiswa ini. Kelompok ini jelas tidak dapat menerima karena mereka telah menerima kompensasi.
Selain itu, kebijakan ini dilakukan saat sudah terjadi panen raya di berbagai daerah sehingga harga beras relatif terkendali. Penaikan biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM tidak serta-merta menaikkan harga beras. Realitas demikian bisa mengurangi dampak negatif kenaikan BBM.
Padahal, faktor pokok yang mendorong meluasnya aksi di masyarakat adalah ketika kenaikan harga BBM memengaruhi kenaikan harga bahan pangan. Maka, ketika harga beras relatif terkendali aksi massa yang masif kemungkinan tidak terjadi. (Sumber: Lampung Post, 22 Maret 2012).



http://gagasanhukum.wordpress.com/2012/03/26/dampak-kenaikan-bbm-terhadap-pemilu-2014/

Minggu, 01 April 2012

Tugas softskill 2

Disusun oleh : Ahmad widodo 20211458
Panca Ragil 25211489
Vera Christina 27211256
Yuni Komarul Wardani 27211662


TUGAS 1 PERHITUNGAN PENDAPATAN NASIONAL Perhitungan Pendapatan Nasional

a. Metode Produksi Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sector ekonomi masyarakat dalam periode tertentu Y = [(Q1 X P1) + (Q2 X P2) + (Qn X Pn) ……]

b. Metode Pendapatan Pendapatan nasional merupakan hasil penjumlahan dari seluruh penerimaan (rent, wage, interest, profit) yang diterima oleh pemilik factor produksi adalam suatu negara selama satu periode. Y = r + w + i + p

Contoh soal : Data for the calculation of national income shall be as follows : - Goverment Expenditure $ 110.500 - Wages $ 85.000 - Society expenditure $ 240.400 - Interest $ 75.200 - Export $ 45.200 - Rent $ 90.000 - Investment $ 120.000 - Import $ 40.000 - Profit $ 90.800 From data above mount of national income with income approach is….

Jawab : pada soal diatas yang ditanyakan adalah jumlah pendapatan nasional dengan pendekatan pendapatan. adapun rumus pendekatan pendapatan adalah sebagai berikut : Y = r + w + i + p Y = 90.000 + 85.000 + 75.200 + 90.800 Y = 341.000 ========= Jadi dengan menggunakan metode pendapatan, diperoleh nilai pendapatan nasioan sebesar $ 341.000

c. Metode Pengeluaran Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh seluruh rumah tangga ekonomi (RTK,RTP,RTG,RT Luar Negeri) dalam suatu Negara selama satu tahun. Y = C + I + G + (X – M)

Contoh soal : National Income data (in billion rupiah) from a country are as follow : Household consumption Rp. 1.500 Investment Rp. 2.500 Goverment Expenditure Rp. 4.000 Revenue Rp. 1.050 Wages Rp. 700 Rent Rp. 100 Saving Rp. 2.500 Company Profit Rp. 4.450 Export Netto Rp. 1.200 The amount of national income interm of expenditure approach are….

Jawaban : yang ditanya dari soal diatas adalah jumlah pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan pengeluran: adapun rumus pendapatan nasional dengan pendekatan pengeluaran adalah : Y = C + I + G + (X – M) Y = 1.500 + 2.500 + 4.000 + 1.200 Y = 9.200 ======== jadi besarnya pendaptan nasional dengan menggunakan metode pengeluaran adalah Rp. 9.200


TUGAS 2 Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI) Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi. Rumus : DI = PI – Pajak langsung Pendapatan perkapita Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan perkapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan perkapita juga merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan perkapita sering digunakan sebagai tolak ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar pendapatan perkapitanya, semakin makmur negara tersebut. Perbandingan per Kapita Indonesia dengan Negara lain Pendapatan per kapita Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, ternyata masih termasuk rendah. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 1.2. Sementara itu, pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia dapat Anda pelajari tabel 1.3. Berdasarkan tabel secara umum pada tahun 1998 pertumbuhan PNB Riil Per Kapita di dunia mengalami penurunan sebagaimana halnya Indonesia kecuali negara-negara tertentu seperti Amerika Serikat, Jerman, Kanada dan Perancis. Hal ini terjadi, karena di dunia yang arus globalisasinya semakin gencar, kejadian atau masalah yang terjadi di suatu negara atau kawasan tertentu akan berdampak pula pada negara lainnya.

makalah tulisan pengaruh inflasi terhadap perekonomian diindonesia


PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA


















Oleh : Ahmad widodo 20211458
Panca Ragil 25211489
Vera Christina 27211256
Yuni Komarul Wardani 27211662


kelompok : 11
kelas :1EB22









KALIMALANG MARET 2012




KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ PENGARUH INFLASI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA “ Makalah ini berisikan tentang informasi imflasi diindonesia dan cara pemulihannya seperti apa pada saat kejadian inflasi tersebut yang terjadi diindonesia.serta penjelasan kenapa inflasi bisa terjadi diindonesia dan dampaknya. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.






BAB I PENDAHULUAN



I.I Latar belakang

Inflasi merupakan suatu fenomena moneter yang selalu meresahkan dan menggerogoti kebijakan ekonomi suatu Negara yang sedang melakukan perbaikan. Inflasi tidak hanya mendongkrak kenaikan harga-harga umum dan menurunkan nulai tukar rupiah terhadap mata uang asing, tetapi antara kaya dan miskin, majikan dan pembantu, buruh dan karyawan serta kepercayaan masyarakat kepada suatu pemerintahan. Setiap Negara yang sedang melakukan perbaikan terhadap kebijakan dinegara tersebut pasti ingin meningkatkan kemakmuran masyarakat luas dan pemerataan kesejahteraan. Pemerataan dari setiap perbaikan biasanya dikaitkan denganmasalah kemiskinan yang terjadi dinegara tersebut, jadi tujuan dari penerapan berbagai kebijakan ekonomi adalah menciptakan kesejahteraan untuk seluruh rakyat dengan kata lain pemerataan distribusi pendapatan.

I.II Rumusan Masalah
1. kenapa terjadi inflasi diindonesia serta sebabnya 2. Bagaimana cara memperbaiki perekonomian Indonesia dari pengaruh inflasi 3. Pengaruh inflasi terhadap perekonomian masyarakat indonesia I.III Tujuan Masalah 1. Mengetahui penyebab terjadinya inflasi 2. Mengetahui tindakan apa saja yang dilakukan pemerintah terhadap masalah inflasi diindonesia 3. Mengetahui pendapat masyarakat terhadap masalah inflasi

I.IV Manfaat Penulisan Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam masalah inflasi yang terjadi terhadap perekonomian diindonesia serta kondisi saat pemulihan dari masalah tersebut. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi masalah krisis ekonomi apabila terjadi lagi dinegara indonesia ataupun negara lain.




BAB II PEMBAHASAN



Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen. Kondisi keamanan yang belum kondusif akan sangat memengaruhi iklim investasi di Indonesia. Mungkin hal itulah yang terus diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini sangat berhubungan dengan aktivitas kegiatan ekonomi yang berdampak pada penerimaan negara serta pertumbuhan ekonominya. Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan akan menjanjikan harapan bagi perbaikan kondisi ekonomi dimasa mendatang.
Bagi Indonesia, dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka harapan meningkatnya pendapatan nasional (GNP), pendapatan persaingan kapita akan semakin meningkat, tingkat inflasi dapat ditekan, suku bunga akan berada pada tingkat wajar dan semakin bergairahnya modal bagi dalam negeri maupun luar negeri. Namun semua itu bisa terwujud apabila kondisi keamanan dalam negeri benar-benar telah kondusif.
Kebijakan pemerintah saat ini di dalam pemberantasan terorisme, serta pemberantasan korupsi sangat turut membantu bagi pemulihan perekonomian. Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator makro ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara akan menjadi prioritas utama bila ingin menunjukkan kepada pihak lain bahwa aktivitas ekonomi sedang berlangsung dengan baik pada negaranya

Inflasi Bulan dan tahun Pertumbuhan ekonomi Maret 2006 15.74 % Juni 2006 15.53 % September 2006 14.55 % Desember 2006 6.60 % Bulan dan tahun Tingkat inflasi Juli 2009 2.71 % Juni 2009 3.65 % Mei 2009 6.04 % April 2009 7.31 % Maret 2009 7.92 % Februari 2009 8.60 % Januari 2009 9.17 % Desember 2008 11.06 % November 2008 11.68 % Oktober 2008 11.77 %

Inflasi Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi.

Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun tingkat inflasi di dunia Penyebab Terjadinya Inflasi Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll. Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut.

Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan. Inflasi desakan biaya terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.


Penyebab terjadinya inflasi yang pada awalnya diyakini oleh pihak Bank Indonesia dan Bappenas karena kenaikan harga minyak dunia dan `subprime mortgage` yang terjadi di Amerika Serikat, ternyata dihantam pula oleh kenaikan harga pangan. Gejolak perekonomian dunia yang berujung pada inflasi sesungguhnya mulai tampak saat pendapatan per kapita Amerika Serikat mulai turun. Namun sayangnya para ekonom di tanah air banyak yang tidak menyetujuinya tanda-tanda itu. Salah satu sumber mngatakan beberapa cara ubtuk mengatasi masalah inflasi tersebut. Diantaranya adalah :

1. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan nasional dengan cara mengubah jumlah uang yang beredar. Penyebab inflasi diantara jumlah uang yang beredar terlalu banyak sehingga dengan kebijakan ini diharapkan jumlah uang yang beredar dapat dikurangi menuju kondisi normal. Kebijakan moneter dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut:

• Politik diskoto (Politik uang ketat): bank menaikkan suku bunga sehingga jumlah uang yang beredar dapat dikurangi.Kebijakan diskonto dilakukan dengan menaikkan tingkat bunga sehingga mengurangi keinginan badan-badan pemberi kredit untuk mengeluarkan pinjaman guna memenuhi permintaan pinjaman dari masyarakat. Akibatnya, jumlah kredit yang dikeluarkan oleh badan-badan kredit akan berkurang, yang pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.

• Politik pasar terbuka: bank sentral menjual obligasi atau surat berharga ke pasar modal untuk menyerap uang dari masyarakat dan dengan menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga jumlah uang beredar dapat dikurangi dan laju inflasi dapat lebih rendah.Operasi pasar terbuka (open market operation), biasa disebut dengan kebijakan uang ketat (tight money policy), dilakukan dengan menjual surat-surat berharga, seperti obligasi negara, kepada masyarakat dan bank-bank. Akibatnya, jumlah uang beredar di masyarakat dan pemberian kredit oleh badan-badan kredit (bank) berkurang, yang pada akhirnya dapat mengurangi tekanan inflasi.

• Peningkatan cash ratio:Kebijakan persediaan kas artinya cadangan yang diwajibkan oleh Bank Sentral kepada bank-bank umum yang besarnya tergantung kepada keputusan dari bank sentral/pemerintah. Dengan jalan menaikan perbandingan antara uang yang beredar dengan uang yang mengendap di dalam kas mengakibatkan kemampuan bank untuk menciptakan kredit berkurang sehingga jumlah uang yang beredar akan berkurang. Menaikkan cadangan uang kas yang ada di bank sehingga jumlah uang bank yang dapat dipinjamkan kepada debitur/masyarakat menjadi berkurang. Hal ini berarti dapat mengurangi jumlah uang yang beredar.


2. Kebijakan Fiskal Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang berhubugan dengan finansial pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan melalui instrument berikut:

• Mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah, sehingga pengeluaran keseluruhan dalam perekonomian bisa dikendalikan. Pemerintah tidak menambah pengeluarannya agar anggaran tidak defisit.

• Menaikkan pajak. Dengan menaikkan pajak, konsumen akan mengurangi jumlah konsumsinya karena sebagian pendapatannya untuk membayar pajak. Dan juga akan mengakibatkan penerimaan uang masyarakat berkurang dan ini berpengaruh pada daya beli masyarakat yang menurun, dan tentunya permintaan akan barang dan jasa yang bersifat konsumtif tentunya berkurang.


3. Kebijakan Non Moneter Kebijakan nom moneter adalah kebijakan yang tidak berhubungan dengan finansial pemerintah maupun jumla uang yang beredar, cara ini merupakan langkah alternatif untuk mengatasi inflasi. Kebijakan non moneter dapat dilakukan melalui instrument berikut:

• Mendorong agar pengusaha menaikkan hasil produksinya. Cara ini cukup efektif mengingat inflasi disebabkan oleh kenaikan jumlah barang konsumsi tidak seimbang dengan jumlah uang yang beredar. Oleh karena itu pemerintah membuat prioritas produksi atau memberi bantuan (subsidi) kepada sektor produksi bahan bakar, produksi beras.

• Menekan tingkat upah. tidak lain merupakan upaya menstabilkan upah/gaji, dalam pengertian bahwa upah tidak sering dinaikan karena kenaikan yang relatif sering dilakukan akan dapat meningkatkan daya beli dan pada akhirnya akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang secara keseluruhan dan pada akhirnya akan menimbulkan inflasi.

• Pemerintah melakukan pengawasan harga dan sekaligus menetapkan harga maksimal.

• Pemerintah melakukan distribusi secara langsung. Dimaksudkan agar harga tidak terjadi kenaikan, hal ini seperti yang dilakukan pemerintah dalam menetapkan harga tertinggi (harga eceran tertinggi/HET). Pengendalian harga yang baik tidak akan berhasil tanpa ada pengawasan. Pengawasan yang tidak baik biasanya akan menimbulkan pasar gelap. Untuk menghindari pasar gelap maka distribusi barang harus dapat dilakukan dengan lancar, seperti yang dilakukan pemerintah melalui Bulog atau KUD.

• Penanggulangan inflasi yang sangat parah (hyper inflation) ditempuh dengan cara melakukan sneering (pemotongan nilai mata uang).

Sanering berasal dari bahasa Belanda yang berarti penyehatan, pembersihan, reorganisasi. Kebijakan sanering antara lain:

• Penurunan nilai uang

•Pembekuan sebagian simpanan pada bank – bank dengan ketentuan bahwa simpanan yang dibekukan akan diganti menjadi simpanan jangka panjang oleh pemerintah. Senering ini pernah dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1960-an pada saat inflasi mencapai 650%. Pemerintah memotong nilai mata uang pecahan Rp. 1.000,00 menjadi Rp. 1,00.

• Kebijakan yang berkaitan dengan output. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini dapat dicapai misalnya dengan kebijakan penurunan bea masuk sehingga impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.

• Kebijakan penentuan harga dan indexing. Ini dilakukan dengan penentuan ceiling price.

• Devaluasi adalah penurunan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang luar negeri. Jika hal tersebut terjadi biasanya pemerintah melakukan intervensi agar nilai mata uang dalam negeri tetap stabil. Istilah devaluasi lebih sering dikaitkan dengan menurunnya nilai uang satu negara terhadap nilai mata uang asing. Devaluasi juga merujuk kepada kebijakan pemerintah menurunkan nilai mata uang sendiri terhadap mata uang asing. Sidang kabinet terbatas pertama yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah perombakan tim ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) memutuskan akan menerapkan kebijakan moneter ketat. Dijelaskan bahwa tingkat inflasi di ujung tahun 2005 diperkirakan 18 persen dan hingga kuartal II masih akan cukup tinggi, namun akan mulai menurun pada akhir 2006 berkisar 7-8 persen.

Kebijakan moneter ketat dilakukan dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar secara bertahap (gradual). Namun, dengan melihat tingginya inflasi, pemerintah harus hati-hati menyikapinya jika tak ingin perekonomian kita kian terpuruk. Kondisi ini menunjukkan pemerintah terbukti salah mengukur batas kemampuan ekonomi rakyat, dan tidak mampu mengendalikan laju inflasi. Pemerintah jelas salah memperkirakan penyebab dan batas kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri. Kenaikan harga BBM (bahan bakar minyak) secara drastis dalam kondisi tak normal, menghasilkan akibat berantai yang cukup kompleks (spiral inflation). Apalagi, dapat dipastikan Bank Indonesia akan kembali menaikkan suku bunga dan moneter secara ketat. Apabila kondisi suku bunga berada di atas tingkat inflasi, maka banyak orang akan lebih suka membeli dolar AS. Kesalahan ini juga karena bertumpuknya kebijakan fiskal dengan variabel inflatoir dalam waktu singkat. Kenaikan harga BBM bertumpuk dengan efek musiman, depresiasi rupiah dan membengkaknya peredaran uang karena realisasi proyek. Implikasinya diperkirakan akan terus berlanjut. Karena, kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL) pada awal 2006. Yang perlu diwaspadai, dampak kenaikan harga makanan olahan atas inflasi bulan November karena belum terrefleksi dalam inflasi Oktober. Di lain pihak, sebagian masyarakat masih menghadapi hari besar pada akhir tahun nanti. Dan, tentunya kenaikan gaji PNS (pegawai negeri sipil) secara psikologis akan mendorong pula laju inflasi.


Inflasi seperti yang kita ketahui ini merupakan gejala biasa dalam ekonomi makro, namun sangat penting dan selalu dialami di hampir semua negara. Ini ditandai dengan kecenderungan kenaikan harga-harga barang secara umum dan terus-menerus. Yang jelas, kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang saja tidak dapat dikatakan inflasi, kecuali keadaan tersebut meluas hingga mengakibatkan kenaikan harga barang-barang lainnya. Inflasi praktis menjadi "pencuri" bagi yang berpendapatan tetap atau pas-pasan karena mengurangi daya beli. Terhadap harga-harga barang yang diatur atau ditentukan pemerintah, BPS (Badan Pusat Statistik) mungkin tidak akan mencatat adanya kenaikan karena yang dicatat harga-harga "resmi" pemerintah. Tetapi dalam realitanya, bisa saja harga-harga terus naik. Keadaan ini tak terelakkan karena harga barang-barang "tidak resmi" ternyata lebih tinggi (cenderung naik) daripada harga "resmi". Dalam hal ini sebenarnya telah terjadi "inflasi yang ditutupi", yang suatu waktu akan muncul karena semakin tidak relevan dengan keadaan yang ada. Kondisi ini tentu akan menimbulkan akibat buruk di kemudian hari yang harus dipikul masyarakat. Selain itu, tingginya inflasi akan berimbas pada terhambatnya laju pertumbuhan ekonomi akibat menurunnya daya beli masyrakat karena kenaikan harga-harga. Banyak negara selalu menganggap remeh masalah inflasi di tengah upaya membangun struktur perekonomian yang kuat. Inflasi diyakini sebagai hal yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan ekonomi suatu negara.

Di kalangan para perencana pembangunan ekonomi selalu timbul pertentangan pendapat mengenai peranan inflasi dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Kontroversi pertentangan pendapat ini biasanya terjadi antara golongan moneteris (monetarist) dan strukturalis (structuralist). Para penganut golongan moneteris menganggap bahwa inflasi disebabkan oleh kelebihan penawaran uang dan permintaan agregat masyarakat. Pandangan ini sejalan dengan teori konvensional bahwa terjadinya inflasi akibat permintaan terus bertambah, sementara kapasitas untuk memroduksikan barang-barang telah mencapai tingkat maksimum. Artinya, semakin banyak uang beredar akan memengaruhi permintaan agregat atau konsumsi. Dalam Quantity Theory of Money, laju pertumbuhan uang beredar sama dengan laju inflasi apabila output riil konstan. Sedangkan menurut pemikir-an kaum strukturalis, inflasi di negara-negara berkembang lebih bersifat cost push inflation daripada demand pull inflation. Ini disebabkan akibat biaya produksi yang tinggi, terkait dengan 3 komponen utama; upah pekerja, pembelian bahan-bahan baku yang digunakan, dan biaya impor barang-barang kapital atau pembantu (intermediate goods). Inflasi di Indonesia termasuk dalam kategori demand pull inflation, inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat, sementara daya beli semakin lemah. Meningkatnya inflasi di Indonesia karena faktor lain, yakni akibat kenaikan harga BBM sebagai bahan kebutuhan masyarakat yang amat strategis. Dengan kata lain, penyebab inflasi di Indonesia lebih karena faktor sisi penawaran. Dalam cost push inflation, biasanya kenaikan harga (barang-barang produksi) dibarengi dengan penurunan omzet penjualan barang. Namun inflasi macam ini sebenarnya jarang dijumpai.


Pada umumnya inflasi yang terjadi adalah kombinasi dari kedua macam inflasi tersebut dan keduanya saling memperkuat satu sama lain. Selain itu inflasi dari dalam negeri (domestic inflation) timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan uang hasil pencetakan baru, akibat panen gagal, dan sebagainya. Kenaikan inflasi akibat kondisi tekanan kondisi harga minyak mentah dunia (imported inflation) dan kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup secara langsung karena sebagian barang yang dibutuhkan berasal dari impor. Sementara secara tidak langsung, kenaikan indeks harga terjadi karena kenaikan ongkos produksi akibat tingginya harga berbagai barang yang menggunakan bahan mentah impor. Ini berdampak pada kenaikan harga barang-barang dalam negeri akibat kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha menyesuaikan diri atas depresiasi nilai mata uang dalam negeri terhadap valuta asing. Penggolongan Tingkat Inflasi Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk Pemerintah, karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. Bahkan satu rezim kabinet pemerintahan dapat jatuh hanya karena tidak dapat menekan dan mengendalikan lonjakan tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang naik berpuluh kali lipat, seperti yang dialami oleh pemerintahan rezim Soekarno dan rezim Marcos, menjadi bukti nyata dari rawannya dampak negatif yang harus ditanggung para pengusaha dan masyarakat. Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut.

Pada paruh pertama tahun 2006 ini, harga minyak bumi tersebut belum juga turun, sebagian dipengaruhi oleh ekskalasi ketegangan akibat serangan pasukan Israel ke wilayah Libanon Selatan. Penurunan tingkat inflasi pada pertengahan tahun 2006 membawa ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk segera menurunkan tingkat bunga BI Rate secara bertahap. Kecenderungan ini mendapatkan response dari kalangan dunia usaha dan masyarakat dengan meningkatnya tingkat kepercayaan konsumen pada bulan Agustus

Perkembangan Inflasi 1970 – 2005 Gejolak dan perkembangan tingkat inflasi di Indonesia memiliki kecenderungan berikut ini :

1. Dari kondisi tingkat inflasi yang sangat tinggi (hyperinflation) pada masa pemerintahan Orde Lama (kabinet Soekarno) maka praktis sejak tahun 1970 Indonesia mengalami tingkat inflasi yang sedang. Hyperinflation adalah tingkat inflasi melebihi 50 % per bulannya.

2. Tingkat inflasi ini kemudian menunjukkan trend yang menurun selama periode 1970-71, yang sebagian besar didorong oleh program stabilisasi ekonomi yang dijalankan pemerintah pada era kabinet Soeharto.

3. Tingkat inflasi ternyata masih naik kembali pada periode 1972-74, yang akhirnya mencapai 41% pada tahun 1974.

4. Tingkat inflasi ini berhasil ditekan selama periode 1970-1992 mencapai tingkatan rata-rata 12,7% per tahunnya. Baru kemudian sejak tahun 1988, angka inflasi selalu dibawah 10% dihitung dengan metode indeks biaya hidup .

5. Pada era pemerintahan sejak krisis perekonomian pada tahun 1998-99, laju inflasi masih bergejolak; tetapi dengan rentan fluktuasi batas satu digit ( dibawah tingkat 10%).

6. Program pengendalian inflasi yang sukses setelah krisis ekonomi, masih bergejolak kembali pada pertengahan tahun 2005. Gejolak ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintahan kabinet Soesilo Bambang Yudhoyono dalam melepas program subsidi BBM dan menaikankan harga BBM di dalam negeri.


Faktor-Faktor Pemicu Tingkat Inflasi Laju kenaikan tingkat inflasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, sebagian ditentukan dari sudut pandang teori inflasi yang dianut. Pada kasus perekonomian di Indonesia paling tidak terdapat beberapa faktor yang baik secara langsung maupun secara psikologis dapat mendorong trend kenaikan tingkat inflasi.

Faktor ekonomi dan non-ekonomi yang diperkirakan mempengaruhi tingkat inflasi di negara kita antara lain dapat diidentifikasi berikut ini:

(1) Adanya peningkatan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar ini di Indonesia disebabkan antara lain oleh peristiwa:

• Kenaikan harga migas di luar negeri
• Meningkatnya bantuan luar negeri
• Masuknya modal asing, khususnya investasi portfolio di pasar uang
• Meningkatnya anggaran Pemerintah secara mencolok
• Depresiasi nilai Rupiah dan gejolak mata uang konvertibel

(2) Adanya tekanan pada tingkat harga umum, yang dapat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian berikut ini :

• Penurunan produksi pangan akibat musim kering yang berkepanjangan
• Peningkatan harga komoditi umum secara mendadak
• Pencabutan program subsidi BBM
• Kenaikan harga BBM yang mencolok
• Kenaikan tarif listrik

(3) Kebijakan Pemerintah dalam mendorong kegiatan ekspor non-migas; maupun kebijakan lainnya yang bersifat distortif seperti antara lain:
• Lonjakan inflasi setelah dikeluarkannya kebijakan devaluasi
• Kebijakan tata niaga yang menciptakan pasar yang oligopolistis dan monopolistis
• Pungutan-pungutan yang dikenakan dalam perjalanan lalu lintas barang dan mobilitas tenaga kerja
• Kebijakan peningkatan tingkat upah minimum regional

(4) Peningkatan pertumbuhan agregat demand yang dipicu oleh perubahan selera masyarakat, atau kebijakan pemberian bonus perusahaan dan faktor spekulatif lainnya:
• Pemberian bonus THR mendekati jatuhnya Hari Raya.
• Pemberian bonus prestasi perusahaan
• Perkembangan pusat belanja yang ekspansif dengan mematikan fungsi keberadaan pasar tradisional di lokalitas tertentu.


Pada masa lalu pencetus inflasi di Indonesia lebih dipengaruhi oleh inflasi yang berasal dari impor bahan baku dan penolong. Hal ini beralasan karena sebagian besar dari bahan baku tersebut masih diimpor dari luar negeri, akibat struktur industri yang sedikit mengandung local content.

Dua faktor dapat berpengaruh atas kenaikkan harga di dalam negeri.

1. Jika terjadi kelangkaan pasokan akibat gangguan logistik atau perubahan permintaaan dunia atas bahan baku tersebut di dunia. 2. Jika terjadi penurunan nilai rupiah kita terhadap mata uang asing utama seperti dollar Amerika Serikat.

Saat ini inflasi di negara kita lebih banyak dipengaruhi oleh lonjakan harga minyak bumi di pasar internasional, yang dapat mendorong lebih lanjut biaya pengadaan sumber energi listrik dan bahan bakar untuk sebagian besar pabrik-pabrik pengolahan. Dimasa depan ancaman lonjakan harga minyak bumi masih akan mengancam inflasi di negara kita. Potensi kelangkaan bahan baku batubara dan gas akan juga terjadi dan mengakibat kan kenaikkan biaya energi.

Disamping itu ancaman jangka menengah atas kemungkinan terjadinya inflasi di beberapa daerah di Indonesia adalah akibat adanya kelangkaan bahan makanan pokok masyarakat yang timbul akibat paceklik, hama penyakit, dan penurunan produktivitas padi, kedelai dan kacang-kacangan.

Memang inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya; tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan.(copyright@aditiawan chandra) Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)


Mengukur inflasi Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

 Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
 Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
 Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
 Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
 Indeks harga barang-barang modal
 Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

Dampak Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990,uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman. Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil). Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Peran bank sentral Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi.


Bank sentral suatu negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar. Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerintah. Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang independen -- salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian -- akan mendorong tingkat inflasi yang lebih tinggi. Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.











DAFTAR PUSTAKA




http://businessenvironment.wordpress.com/2006/11/23/menyimak-karakter-inflasi-di-indonesia/

http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi http://daneea.wordpress.com/2010/04/24/cara-mengatasi-terjadinya-inflasi/

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=129535 http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi_dan_perekonomian_Indonesia

makalah tulisan kondisi pemulihan ekonomi dari krisis diindonesia

KONDISI PEMULIHAN EKONOMI DARI KRISIS DIINDONESIA










Oleh :


Ahmad widodo 20211458
Panca Ragil 25211489
Vera Christina 27211256
Yuni Komarul Wardani 27211662







KALIMALANG MARET 2012










KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “ KONDISI PEMULIHAN KRISIS EKONOMI DIINDONESIA”

Makalah ini berisikan tentang informasi krisis ekonomi diindonesia dan cara pemulihannya seperti apa pada saat kejadian krisis tersebut yang terjadi diindonesia.serta penjelasan kenapa krisis bisa terjadi diindonesia dan dampaknya.

kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.










BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar belakang

Krisis ekonomi diindonesia dari zaman dahulu hingga sekarang sudah sering terjadi apalagi pada tahun 1997 indonesia pernah mengalami krisis moneter selama lebih dari 2 tahun diubahlah menjadi krisis ekonomi yakni lumpuhnya kegiatan ekonomi karena semakin banyak perusahaan yang tutup dan meningkatnya jumlah pekerja yang menganggur.oleh karena itu perlu adanya tindakan-tindakan nyata dari pemerintah untuk memperbaiki ini semua sehingga Indonesia bisa menjadi lebih baik dan tingkat pengangguran diindonesia berkurang sepenuhnya.
Krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis di berbagai bidang telah memberikan kesadaran baru akan adanya per¬soalan di bidang ekonomi, politik, hukum serta agama dan sosial budaya yang bersifat struktural dan terus berkembang di kalangan masyarakat. Per¬soalan ketidakadilan terus dipertanyakan dan dituntut oleh masyarakat untuk segera diperbaiki. Masyarakat menuntut reformasi di segala bidang secara mendasar, termasuk pemulihan ekonomi secepatnya. Langkah-langkah untuk menanggulangi krisis secepatnya dan melaksanakan reformasi tersebut selanjutnya telah diamanatkan rakyat Indonesia melalui Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat bulan Nopember 1998. Namun demikian upaya pemulihan ekonomi berjalan lambat karena situasi sosial, politik, dan keamanaan yang kurang kondusif.

I.II Rumusan Masalah
1. Pengaruh apa saja yang terjadi pada saat krisis ekonomi diindonesia
2. Bagaimana cara pemerintah dalam menghadapi krisis ekonomi diindonesia
3. Bagaimana memperbaiki perekonamian indonesia dari krisis ekonomi yang terjadi

I.III Tujuan Masalah
1. Mengetahui apa saja yang telah pemerintah lakukan dalam masalah krisis ekonomi diindonesia
2. Mengetahui bidang apa saja yang terpengaruh dari krisis ekonomi ini
3. Mengatahui bagaimana dunia global dalam menghadapi masalah krisis ekonomi.

I.IV Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat kepada semua pihak, khususnya kepada teman-teman semua untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam masalah krisis ekonomi yang terjadi diindonesia serta kondisi saat pemulihan dari masalah tersebut. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah dengan adanya penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan didalam menghadapi masalah krisis ekonomi apabila terjadi lagi dinegara indonesia ataupun negara lain.




















BAB II
PEMBAHASAN


Pemerintahan Orde Baru, yang pada awalnya bertujuan untuk melakukan koreksi terhadap pemerintahan sebelumnya yang otoriter dan sentralistis, ternyata mengulangi hal yang sama pula, keadaan itu di perparah lagi oleh maraknya KKN dan disalahgunakan ABRI sebagai alat politik untuk mengukuhkan kekuasaan.
Pada waktu krisis ekonomi melanda negara-negara Asia khususnya Asia Tenggara, yang paling menderita adalah Indonesia. Sistem ekonomi yang di bangun oleh pemerintah Orde Baru tidak berhasil sepenuhnya untuk mewujudkan kesejahteraan sosial rakyat. Akibatnya, terjadi kesulitan ekonomi, kesenjangan sosial dan meluasnya krisis kepercayaan. Pada gilirannya ketidak-puasaan masyarakat memuncak berupa tuntutan reformasi total.
Gerakan reformasi pada hakekatnya merupakan tuntutan untuk melaksanakan demokratisasi de segala bidang menegakkan hukum dan peradilan, menegakkan HAM, memberantas KKN, melaksanakan otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta menata kembali dan kedudukan ABRI.
Usaha untuk mewujudkan gerakan reformasi secara konsekuen dan untuk mengakhiri berbagai konflik yang terjadi, jelas memerlukan kesadaran dan komitmen seluruh warga masyarakat untuk memantapkan persatuan dan kesatuan nasional. Persatuan dan kesatuan nasional hanya dapat dicapai apabila setiap warga masyarakat mampu hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya dengan baik.
Peralihan dari pemerintahan lama (Rezim Orde Baru) ke pemerintahan baru (Rezim Orde Reformasi) telah membuka "pintu" kesempatan untuk menempatkan perekonomian indonesia pada proses pemulihan. Keberhasilan dan kegagalan dua pemerintahan yang terdahulu (Rezim Orde lama & Rezim Orde baru) dalam suasana politik pemerintah yang baru di indonesia telah memberikan pelajaran berharga.
Perilaku ekonomi yang berlangsung dengan praktek KKN serta berpihak pada sekelompok pengusaha besar, telah menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan, utang besar yang harus di pikul oleh negara, penganguran dan kemiskinan yang semakin meningkat, serta kesenjangan sosial ekonomi yang semakin melebar.
Upaya mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasi di bidang ekonomi, akan tetapi hasilnya belum memadai karena, ada beberapa indikator antara lain :
1. Penyelenggaraan negara di bidang ekonomi selama ini dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan adanya intervensi pemerintah yang terlalu besar. Sehingga kedaulatan ekonomi tidak berada di tangan rakyat dan mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif.
2. Kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antara pusat dan daerah, antar-daerah, antar-pelaku dan antar-golongan pendapatan, telah meluas keseluruh aspek kehidupan sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya monopoli serta pemusatan ekonomi di tangan sekelompok kecil masyarakat dan daerah tertentu. Penganguran makin meningkat dan meluas, hak dan perlindungan tenaga kerja belum terwujud, jumlah penduduk miskin semakin bertambah, dan derajat kesehatan masyarakat menurun drastis. Gejala itu bahkan menguat dengan terdapatnya indikasi kasus-kasus kurang gizi di kalangan komunitas penduduk usia balita, yang dapat mengakibatkan timbulnya generasi yang kualitas fisik dan IQ-nya rendah.
Menurut Hubert Neiss (Chaiman Asia, Deutsche Bank AG. tempo 26 Agustus 2001) mengklarifikasikan ada dua hal mendasar yang harus dikerjakan oleh pemerintahan Rezim Orde Reformasi yaitu; Pertama: Pemulihan yang berkelanjutan akan dikendalikan oleh sektor swasta, secara khusus yaitu pembukaan peran serta investasi swasta baik dari investor rambut hitam (Indonesia)maupun investor rambut pirang (Asing) merupakan sarana pencapaian tujuan agar kondisi yang diperlukan bagi pemulihan ekonomi dapat berhasil. Hal ini mengakibatkan mengalirnya kembali sumber-sumber dana baru yang sempat di tarik ke luar negeri selama krisis dan juga masuknya sumber-sumber dana baru. Kedua : perjanjian/kontrak hukum yang efektif bagi sektor swasta ialah pemulihan rasa kepercayaan kepada pemerintahan untuk mentaati aturan hukum, menegakkan prinsip kepastian hukum.
Oleh karena itu, tantangan bagi pemerintahan baru ialah memberikan rasa kenyakinan, kepercayaan bahwa unsur-unsur yang mendukung pemulihan rasa kepercayaan itu telah tersedia, beberapa di antara unsur tersebut adalah :
1. Biaya Stabilitas Politik taraf minimun. Situasi politik yang mudah berubah telah menggangu rasa kepercayaan pelaku pasar, seperti yang kelihatan pada nilai rupiah. Selain itu, ruang lingkup kebijakan ekonomi yang stabil membutuhkan tingkat relasi kerja yang konstruktif antara lembaga Eksekutif dan Legislatif, serta kerjasama yang kompak, kredebilitas dan akuntabilitas tim ekonomi indonesia yang konsisten dan dapat di percaya serta menangani isu desentralisasi secara efektif.
2. Penerapan kebijakan makro ekonomi yang sehat. Pemulihan akan terancam jika ekonomi mengalami kemunduran lagi dengan tingginya tingkat inflasi. Hal ini juga akan membuat kondisi rakyat miskin semakin menderita. Dalam hal ini, yang paling penting adalah kontrol terhadap pengembangan moneter dan membuat langkah kemajuan terhadap penggabungan anggaran untuk jangka menengah. Dalam jangka pendek, ekonomi membutuhkan stimulus defisit anggaran. Kebijakan makro ekonomi paling efektif ditetapkan dalam kerangka program yang di dukung IMF, yang di anggap sebagai "tanda yang baik" oleh pelaku pasar ataupun pemerintah negara donor. Dengan demikian, tidak boleh ada waktu yang terbuang untuk menyelesaikan letter of intent.
3. Percepatan reformasi struktural. Poin ini memang selalu tertinggal di semua negara yang sedang mengalami krisis, dengan alasannya ialah sebagian besar reformasi, membuat hilangnya hak-hak komunitas-komunitas politik yang berpengaruh, yang bisa memobilisasi setiap cara untuk mencegah atau menunda aksi yang diperlukan. Selain itu, hampir semua reformasi menyebabkan pengganguran dan bertambahnya masalah sosial untuk "sementara waktu" yang menyebabkan masalah politik bagi pemerintah hanya dengan dukungan yang kuat dan konsisten dari seorang presiden, Kemajuan dalam bidang ini dapat terjadi. Reformasi adalah suatu proses dengan jangka waktu yang lebih panjang dan pemerintah harus menetapkan prioritas kepada pasar, hal ini yang mendesak dalam agenda reformasi ialah ; Pertama : restrukturisasi utang swasta dan Kedua : penjadwalan kembali utang tertunda serta privatisasi. Kedua hal ini akan menganti kerugian pemerintah dalam hal membayar pajak atas tingginya biaya restrukturisasi bank untuk mencegah runtuhnya sistem finansial. Kedua hal ini setidaknya akan menganti kerugian pemerintah dalam hal membayar pajak atas tingginya restrukturisasi bank untuk mencegah runtuhnya sistem finasial.
4. Usaha-usaha yang berkredibel untuk mencapai perbaikan pemerintah secara menyeluruh dan pemfungsian sistem peradilan. Standar pengelolaan bisnis telah membaik di seluruh dunia, sementara toleransi terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi semakin berkurang. Di habitat politik pemerintahan indonesia yang baru, para pihak investor tidak dapat lagi mengharapkan koneksi komunitas politik untuk meminta proteksi hukum, mereka harus mengandalkan sistem peradilan untuk menjalankan kontrak dan menyelesaikan konflik.
5. Biaya keamanan dan ketertiban umum tingkat minimum. Hal ini penting untuk menyakinkan bahwa ekonomi dapat dilakukan tanpa ada ganguan. Sulit membayangkan ramainya investasi swasta di saat aliran produksi dan distribusi terancam akibat tidak terjaminnya sektor keamanan. Perihal inilah yang diperlukan untuk pemulihan kepercayaan para pihak pelaku pasar (swasta) untuk menyakinkan pemerintah asing dan lembaga finasial internasional. Ini juga penting karena dukungan finansial yang besar dari dunia internasional pada periode awal dan pertengahan akan diperlukan termasuk upaya meringankan utang dengan maksud untuk memberikan waktu bagi pemulihan ekonomi. Begitu ekonomi tinggal landas, rasa kepercayaan akan tumbuh, pertumbuhan yang cepat akan menyediakan kesempatan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan, penghasilan untuk keluar dari kemiskinan dan memperkuat stabilitas politik nasional serta ketertiban umum. Hal ini secara tidak langsung juga akan mendukung pondasi prinsip demokrasi. Selain itu, dengan kembali kokohnya ekonomi nasional indonesia akan mampu memainkan peranan penting dalan kancah intergrasi ekonomi negara-negara ASEAN.

Setelah itu diadakannya siding Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bulan oktober tahun 1999, Indonesia telah memiliki sendi-sendi demokrasi yang lebih baik. Pelaksanaan pemilu yang baru lalu mencerminkan semakin tegaknya kedaulatan rakyat. Pemerintah memiliki legitimasi politik yang sangat kuat sehingga stabilitas politik yang sangat penting bagi terlaksananya pembangunan nasional mulai tercipta. Namun demikian, kerusakan ekonomi yang ditimbulkan selama ini adalah sedemikian besarnya. Sehingga meski telah memiliki dukungan situasi politik yang lebih stabil dan langkah-langkah reformasi selama dua tahun terakhir telah memberikan landasan bagi pemulihan ekonomi, akan diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk dapat memulihkan tingkat kesehatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada tingkat sebelum krisis.
Namun demikian, sesuai dengan amanat GBHN 1999, pemerintah bertekad untuk melaksanakan langkah-langkah penting yang akan mempercepat proses pemulihan ekonomi. Bersamaan dengan itu diupayakan langkah-langkah untuk memberikan landasan yang lebih kuat bagi pembangunan nasional yang berkelanjutan. Kedua sasaran ini antara lain bertujuan agar pemulihan ekonomi berlangsung secara cepat dengan pilar pembangunan yang makin kokoh dan menjadi landasan bagi pencapaian sasaran-sasaran pembangunan berikutnya.
Dengan latar belakang permasalahan dan kondisi perekonomian seperti telah diuraikan sebelumnya, kebijakan yang diambil selama satu tahun terakhir diarahkan untuk menciptakan iklim yang kondusif untuk pemulihan perekonomian, yaitu menciptakan keadaan ekonomi makro yang stabil dan kondusif bagi kegiatan usaha, meningkatkan kondisi perbankan yang sehat yang dapat berperan dalam menyalurkan dana masyarakat kepada investasi di sektor riil, dan mempercepat restrukturisasi utang dunia usaha. Langkah-langkah tersebut didukung oleh berbagai langkah deregulasi di bidang investasi dan perdagangan serta pemberdayaan UKMK dalam rangka menggerakkan sektor riil. Selain itu, upaya-upaya untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi pengangguran lebih ditingkatkan lagi. Sedangkan dengan dana pembangunan yang terbatas, maka pembangunan prasarana sangat dibatasi, sebagian besar dana diarahkan pada kegiatan operasi dan pemeliharaan dalam rangka mengefektifkan pemanfaatan prasarana yang ada. Selanjutnya, menyadari pentingnya ketersediaan SDA dan lingkungan hidup yang sehat bagi tercapainya pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan, secara bertahap upaya penataan pengelolaan SDA dan pelestarian lingkungan hidup lebih ditingkatkan lagi menjadi bagian terpadu dalam pembangunan nasional.




Adapun penyebab krisis ekonomi yang terjadi diindonesia pada tahun 1997-1998 adalah :
4 Penyebab Krisis Ekonomi Indonesia tahun 1997-1998 :
1. Yang pertama, stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan umumnya berjangka pendek, telah menciptakan kondisi bagi “ketidakstabilan”. Hal ini diperburuk oleh rasa percaya diri yang berlebihan, bahkan cenderung mengabaikan, dari para menteri di bidang ekonomi maupun masyarakat perbankan sendiri menghadapi besarnya serta persyaratan hutang swasta tersebut.
Pemerintah selama ini selalu ekstra hati-hati dalam mengelola hutang pemerintah (atau hutang publik lainnya), dan senantiasa menjaganya dalam batas-batas yang dapat tertangani (manageable). Akan tetapi untuk hutang yang dibuat oleh sektor swasta Indonesia, pemerintah sama sekali tidak memiliki mekanisme pengawasan. Setelah krisis berlangsung, barulah disadari bahwa hutang swasta tersebut benar -benar menjadi masalah yang serius. Antara tahun 1992 sampai dengan bulan Juli 1997, 85% dari penambahan hutang luar negeri Indonesia berasal dari pinjaman swasta (World Bank, 1998). Hal ini mirip dengan yang terjadi di negara-negara lain di Asia yang dilanda krisis. Dalam banyak hal, boleh dikatakan bahwa negara telah menjadi korban dari keberhasilannya sendiri. Mengapa demikian? Karena kreditur asing tentu bersemangat meminjamkan modalnya kepada perusahaan-perusahaan (swasta) di negara yang memiliki inflasi rendah, memiliki surplus anggaran, mempunyai tenaga kerja terdidik dalam jumlah besar, memiliki sarana dan prasarana yang memadai, dan menjalankan sistem perdagangan terbuka.
Daya tarik dari “dynamic economies’” ini telah menyebabkan net capital inflows atau arus modal masuk (yang meliputi hutang jangka panjang, penanaman modal asing, dan equity purchases) ke wilayah Asia Pasifik meningkat dari US$25 milyar pada tahun 1990 menjadi lebih dari US$110 milyar pada tahun 1996 (Greenspan 1997). Sayangnya, banyaknya modal yang masuk tersebut tidak cukup dimanfaatkan untuk sektor-sektor yang produktif, seperti pertanian atau industri, tetapi justru masuk ke pembiayaan konsumsi, pasar modal, dan khusus bagi Indonesia dan Thailand, ke sektor perumahan (real estate). Di sektor-sektor ini memang terjadi ledakan (boom) karena sebagian dipengaruhi oleh arus modal masuk tadi, tetapi sebaliknya kinerja ekspor yang selama ini menjadi andalan ekonomi
nasional justru mengalami perlambatan, akibat apresiasi nilai tukar yang terjadi, antara lain, karena derasnya arus modal yang masuk itu.
Selain itu, hutang swasta tersebut banyak yang tidak dilandasi oleh kelayakan ekonomi, tetapi lebih mengandalkan koneksi politik, dan seakan didukung oleh persepsi bahwa negara akan ikut menanggung biaya apabila kelak terjadi kegagalan. Lembaga keuangan membuat pinjaman atas dasar perhitungan aset yang telah “digelembungkan” yang pada gilirannya mendorong lagi terjadinya apresiasi lebih lanjut (Kelly and Olds 1999). Ini adalah akibat dari sistem yang sering disebut sebagai “crony capitalism”. Moral hazard dan penggelembungan aset tersebut, seperti dijelaskan oleh Krugman (1998), adalah suatu strategi “kalau untung aku yang ambil, kalau rugi bukan aku yang tanggung (heads I win tails somebody else loses)”. Di tengah pusaran (virtous circle) yang semakin hari makin membesar ini, lembaga keuangan meminjam US dollar, tetapi menyalurkan pinjamannya dalam kurs lokal (Radelet and Sachs 1998). Yang ikut memperburuk keadaan adalah batas waktu pinjaman (maturity) hutang swasta tersebut rata-rata makin pendek. Pada saat krisis terjadi, rata-rata batas waktu pinjaman sektor swasta adalah 18 bulan, dan menjelang Desember 1997 jumlah hutang yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari satu tahun adalah sebesar US$20,7 milyar (World Bank 1998).

2. Yang kedua, dan terkait erat dengan masalah di atas, adalah banyaknya kelemahan dalam sistem perbankan di Indonesia. Dengan kelemahan sistemik perbankan tersebut, masalah hutang swasta eksternal langsung beralih menjadi masalah perbankan dalam negeri.
Ketika liberalisasi sistem perbankan diberlakukan pada pertengahan tahun 1980-an, mekanisme pengendalian dan pengawasan dari pemerintah tidak efektif dan tidak mampu mengikuti cepatnya pertumbuhan sektor perbankan. Yang lebih parah, hampir tidak ada penegakan hukum terhadap bank-bank yang melanggar ketentuan, khususnya dalam kasus peminjaman ke kelompok bisnisnya sendiri, konsentrasi pinjaman pada pihak tertentu, dan pelanggaran kriteria layak kredit. Pada waktu yang bersamaan banyak sekali bank yang sesunguhnya tidak bermodal cukup (undercapitalized)atau kekurangan modal, tetapi tetap dibiarkan beroperasi.Semua ini berarti, ketika nilai rupiah mulai terdepresiasi, sistem perbankan tidak mampu menempatkan dirinya sebagai “peredam kerusakan”, tetapi justru menjadi korban langsung akibat neracanya yang tidak sehat.

3. Yang ketiga, sejalan dengan makin tidak jelasnya arah perubahan politik, maka isu tentang pemerintahan otomatis berkembang menjadi persoalan ekonomi pula.
Hill (1999) menulis bahwa banyaknya pihak yang memiliki vested interest dengan intrik-intrik politiknya yang menyebar ke mana-mana telah menghambat atau menghalangi gerak pemerintah, untuk mengambil tindakan tegas di tengah krisis. Jauh sebelum krisis terjadi, investor asing dan pelaku bisnis yang bergerak di Indonesia selalu mengeluhkan kurangnya transparansi, dan lemahnya perlindungan maupun kepastian hukum. Persoalan ini sering dikaitkan dengan tingginya “biaya siluman” yang harus dikeluarkan bila orang melakukan kegiatan bisnis di sini. Anehnya, selama Indonesia menikmati economic boom persepsi negatif tersebut tidak terlalu menghambat ekonomi
Indonesia. Akan tetapi begitu krisis menghantam, maka segala kelemahan itu muncul menjadi penghalang bagi pemerintah untuk mampu mengendalikan krisis. Masalah ini pulalah yang mengurangi kemampuan kelembagaan pemerintah untuk bertindak cepat, adil, dan efektif.Akhirnya semua itu berkembang menjadi “krisis kepercayaan” yang ternyata menjadi penyebab paling utama dari segala masalah ekonomi yang dihadapi pada waktu itu. Akibat krisis kepercayaan itu, modal yang dibawa lari ke luar tidak kunjung kembali, apalagi modal baru.

4. Yang keempat, perkembangan situasi politik telah makin menghangat akibat krisis ekonomi, dan pada gilirannya memberbesar dampak krisis ekonomi itu sendiri.
Faktor ini merupakan hal yang paling sulit diatasi. Kegagalan dalam mengembalikan stabilitas sosial-politik
telah mempersulit kinerja ekonomi dalam mencapai momentum pemulihan secara mantap dan berkesinambungan.

Meskipun persoalan perbankan dan hutang swasta menjadi penyebab dari krisis ekonomi, namun, kedua faktor yang disebut terakhir di atas adalah penyebab lambatnya pemulihan krisis di Indonesia. Pemulihan ekonomi musykil, bahkan tidak mungkin dicapai, tanpa pulihnya kepercayaan pasar, dan kepercayaan pasar tidak mungkin pulih tanpa stabilitas politik dan adanya permerintahan yang terpercaya (credible).

DAMPAK DUNIA GLOBAL

Dampak krisis ekonomi global telah membuat semua indeks pasar finansial dunia meradang mengikuti Wall Street. Korelasi yang tinggi antara Wall Street melalui Dow Jones atau S&P Indes dengan indeks global memang sangat signifikan dan tinggi. Hal itu berlaku baik saat normal maupun krisis. Namun situasi fluktuatif dengan volatilitas yang tinggi di BEI diharapkan hanya bersifat temporari saja. Volatilitas indeks pasar finansial tersebut menggambarkan ketidakpastian ekonomi AS dan Eropa yang menimbulkan respon cepat terkadang kepanikan investor global. Namun seiring dengan waktu, limpahan likuiditas pasar ditambah dana super besar dari QE3 akan mencari instrumen dan pasar yang lebih prospektif. Salah satunya adalah Bursa Efek Indonesia dan sebagian bursa di Asia lainnya.
Disebabkan kurangnya pilihan investasi lain dan terbatasnya pilihan yang lebih propektif maka Indoensia diyakini akan dibanjiri dana investasi kembali baik portofolio maupun foreign direct investment (FDI). Arus dana akan terus membanjiri Indonesia sepanjang pemulihan ekonomi AS dan Eropa masih belum menjanjikan investor. Diprediksi capital inflow akan masuk hingga 2015. Pilihan portofolio akan membuat IHSG kembali menguat bahkan berpotensi menciptakan risiko penggelembungan nilai aset (bubble). Hal ini disebabkan struktur pasar finansial kita yang kurang baik dan tidak sehat. Dana asing (capital inflow) dikhawatirkan akan masuk hanya pada saham-saham atau aset (saham) tertentu saja yang nilai pasarnya sudah jauh di atas nilai wajar (fundamentalnya). Hal ini, salah satunya dipengaruhi oleh konsep market microstructure yang kurang optimal dan kualitas pengawasan yang rendah dari Bapepam-LK.
Untuk mengurangi bubble effect yang membuat efisiensi BEI turun tersebut maka pemerintah maupun swasta diharapkan dapat memanfaatkan momentum banjir dana tersebut dengan optimal, aman dan nyaman. Bagaimana caranya? Salah satu cara terbaik pemerintah adalah segera menyiapkan 20-30 BUMN yang memiliki future growth opportunity tinggi untuk go public atau IPO, terutama sektor infrastruktur, logistik, dan keuangan. Dengan menyiapkan IPO tersebut diharapkan dana asing terserap secara efisien dan efektif untuk pengembangan bisnis BUMN tersebut sekaligus mentransformasikan hot money menjadi warm money. Maka akan banyak proyek-proyek pemerintah yang dapat dikerjakan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun sejauh ini upaya Kemeneg BUMN untuk IPO masih rendah karena hanya 1-2 BUMN saja yang mampu melakukan IPO dalam waktu dekat.
Krisis utang AS dan Eropa memang mengancam BEI, namun itu hanya dalam jangka pendek saja. Diprediksi ancaman krisis tersebut hanya sekitar 6-9 bulan ke depan saja. Namun dalam jangka menengah panjang, merupakan peluan besar bagi Indonesia untuk menampung dana dari AS dan Eropa tersebut. Bukan hanya SUN tetapi juga pasar modal. Sekarang semua tergantung kepada kesiapan pasar finansial kita tentunya. Mungkin hanya beberapa swasta nasional dan BUMN yang siap bersaing mendapatkan dana asing yang murah dan mudah tersebut.
Maka dapat diprediksi dengan struktur pasar modal yang begitu rentan terhadap ekses likuiditas eksternal ditopang kapasitas ekonomi nasional yang mudah overheating,maka akan memicu berbagai masalah moneter baru. Sementara di tingkat regional Asia perekonomian China yang selama 5 tahun terakhir tumbuh pesat juga berpotensi mengalami penggelembungan nilai aset pasar finansialnya. Salah satu indikatornya adalah meroketnya harga properti di China. Sedangkan pada tingkat global, ketidakpastian masih begitu tinggi dengan berbagai kejutan yang tidak diharapkan pasar. Ketidakpastian solusi krisis utang Eropa semakin membuat outlook ekonomi global pada 2012 diprediksi suram. Hal ini semua akan memberikan imbas risiko investasi yang sulit diprediksi pada pasar finansial Indonesia. Pemerintah dan BI harus terus waspada menggunakan protokol teknikal yang ada serta anggaran yang memadai untuk meredam fluktuasi hingga 15% dalam periode 3 bulan.
Mengatasi Penyebab dan Dampak Krisis Ekonomi Global masih menjadi berita hangat tanpa melewati 1 (satu) hari pun dalam bulan-bulan terakhir ini. Berbicara krisis ekonomi adalah bukan berbicara tentang nasib 1 (satu) orang bahkan lebih dari itu semua karena ini menyangkut nasib sebuah bangsa. Berbagai argument dan komentar pun dilontarkan di berbagai media yang selalu memojokkan pemerintahan Yudhoyono dan BI (Bank Indonesia) Di salah satu media menyatakan bahwa Presiden Yudhoyono menyampaikan 10 langkah untuk menghadapi masalah tersebut. Empat di antaranya:
san diego lawyers zyprexa
1. Meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri
2. Memanfaatkan peluang perdagangan internasional
3. Menyatukan langkah strategis Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI)
4. Menghindari politik non partisan untuk menghadapi krisis.

Dengan dimulainya proses pemulihan ekonomi dunia setelah badai Krisis ekonomi global tahun 2008, Indonesia mulai menjadi salah satu negera yang mendapatkan perhatian khusus dari dunia internasional bahkan dipercaya menjadi motor penggerak pemulihan ekonomi di Asia. Berbagai indikator ekonomi Indonesia baik itu sektor riil maupun sektor moneter terus menunjukkan pemulihan yang lebih cepat dibandingkan negara lainnya di dunia. Proses pemulihan ekonomi Indonesia terlihat dari pulihnya kondisi sektor moneter indonesia yang tercermin pada bursa saham Indonesia dan mata uang rupiah yang terus mengalami penguatan yang signifikan, dimana pada penutupan perdagangan di akhir kuarter pertama 2011, IHSG bercokol pada level 3678,67 setelah sempat menyentuh level tertingginya dalam sejarah di bulan januari 2011 pada level 3789,47 sedangkan rupiah ditutup pada level 8709 atau yang terkuat dalam 4 tahun terakhir.
Trend penguatan IHSG dan rupiah pada dasarnya telah terjadi sejak awal tahun 2010 dimana posisi IHSG hingga akhir kuarter I/2011 tercatat telah mengalami penguatan sebesar 45,15% sedangkan rupiah telah menguat 6,6% dibandingkan dengan posisi awal tahun 2010. Penguatan IHSG dan Rupiah ini didorong oleh derasnya dana asing yang masuk ke Indonesia sebagai cermin dari positifnya pandangan investor terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut investor, indonesia merupakan salah satu emerging market dengan outlook ekonomi terbaik di dunia dan bila ditelisik ke belakang maka dapat disimpulkan bahwa hampir semua institusi keuangan internasional di dunia sepakat mengatakan bahwa Indonesia adalah salah satu tujuan investasi terbaik di dunia. Kondisi tersebut pada akhirnya mendorong derasnya dana asing yang masuk ke indonesia sejak awal tahun 2010.
Positifnya pandangan institusi keuangan dunia terhadap outlook Indonesia yang diyakini telah mendorong massif nya capital inflow ke Indonesia sejak awal tahun 2010 antara lain datang dari the Fitch ratings, Seperti diketahui pada Januari 2010 the Fitch Ratings meningkatkan rating Indonesia menjadi satu tingkat dibawah level layak investasi(investment grade), hal yang sama juga dilakukan oleh Standard & Poor’s pada Maret 2010 yang menaikkan rating utang Indonesia menjadi BB, bahkan pada awal april 2011 rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi BB+ atau setingkat dibawah level investment grade. Seperti tidak ingin kalah, pada Juni 2010, Moody’s Investors Service juga menaikkan peringkat utang Indonesia dari outlook stabil menjadi positif dengan rating Ba2, dan pada februari 2011 rating Indonesia kembali dinaikkan menjadi Ba1 dengan outlook stabil.
Kondisi sebaliknya justru terjadi pada negara besar Eropa, sebagai dampak dari krisis hutang yunani, The fitch menurunkan rating hutang Spanyol menjadi AA+ dengan outlook stabil yang merupakan penurunan pertama sejak tahun 2003. Investor menghawatirkan hal serupa akan terjadi pada negara lainnya di Eropa, terutama terhadap kelompok yang dikenal dengan PIGS (Portugal, Italy, Greece and Spain). Perlu diketahui bahwa kelompok Negara tersebut memiliki kondisi perekonomian yang mirip, dimana rata-rata Negara tersebut memiliki rasio hutang terhadap PDB yang besar, serta terperangkap oleh defisit anggaran yang tinggi dalam membiayai sector publiknya.
Sebagaimana dikhawatirkan, pada akhirnya di bulan Maret 2011, Standard & Poor`s memangkas peringkat utang Portugal satu tingkat lebih rendah ke BBB-, atau setingkat diatas level junk bond. Tidak hanya itu S&P juga memangkas rating Yunani dua tingkat menjadi BB-. Kondisi tersebut semakin meningkatkan kekhawatiran investor terhadap outlook ekonomi zona Eropa sehingga memaksa investor untuk mencari pasar baru untuk berinvestasi di luar zona Eropa yang masih diselimuti krisis, dan Indonesia menjadi salah satu pasar yang direkomendasikan oleh ketiga pemeringkat rating dunia tersebut.
Setelah institusi pemeringkat rating internasional, selanjutnya giliran IMF yang memberikan penilaian positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Setelah BPS mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2010 dilevel 6,1% atau 0,1% lebih tinggi dari prediksi IMF dibulan Juli 2010, Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund(IMF) kembali memuji ekonomi Indonesia. Lembaga multilateral ini bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh cepat pada tahun ini.
Dalam laporannya, IMF menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia untuk tahun 2011. Lebih lanjut IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Asia akan dimotori oleh Indonesia bersama China dan India. IMF melihat bahwa besarnya pasar domestik ketiga Negara tersebut akan memicu pertumbuhan ekonomi Asia terutama ditengah menurunnya permintaan pasar Eropa dan Amerika terhadap produk-produk dari Asia. Bahkan secara khusus, IMF dalam laporannya meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 akan mampu tumbuh diatas 6%. Selain karena faktor besarnya pasar domestik, Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didorong oleh industri yang berbasis natural resources dengan karakter permintaan yang cenderung stabil. Hal tersebut tercermin dari besarnya sumbangan sektor non migas dan komoditas terhadap PDB Indonesia.
Sedangkan disisi lain, pada April 2011, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika dan Jepang untuk tahun 2011. IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebagai dampak dari akan berakhirnya program quantitative easing pemerintah AS, pada saat yang bersamaan IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan Jepang tahun 2011 sebagai akibat dari semakin meluasnya dampak gempa dan tsunami jepang yang terjadi pada bulan Maret 2011. Kondisi tersebut kembali mendorong investor global untuk mencari alternatif tempat investasi di luar Amerika dan jepang, dan terkait proyeksi tersebut IMF Sebagai salah satu institusi keuangan dunia menunjuk Indonesia sebagai salah satu alternatif investasi terbaik untuk tahun 2011
Belum cukup hanya IMF, selanjutnya giliran World Economic Forum (WEF) yang memberikan pandangannya terhadap Indonesia. Berdasarkan laporan yang dirilis pada bulan Agustus 2010, WEF mencatatkan Indonesia sebagai Negara dengan kenaikan Indeks daya saing paling impresif di dunia. Dalam laporannya tersebut, indeks daya saing Indonesia tahun 2010 naik 10 tingkat ke posisi 44 dari 139 negara. Peningkatan tersebut didorong oleh semakin membaiknya kondisi makro ekonomi Indonesia serta meningkatnya indikator pendidikan Indonesia. Lebih lanjut, WEF menyebutkan bahwa Indonesia telah berhasil mempertahankan kondisi makro ekonominya tetap sehat selama masa krisis 2008. Indonesia berhasil menjaga defisit anggarannya tetap terkontrol, dimana diketahui hutang Indonesia tercatat sebesar 27% dari total GDP, Simpanan pemerintah meningkat 33% dari total GDP, serta mulai terkontrolnya laju inflasi year on year (Maret 2011 terhadap Maret 2010) sebesar 6,65%. Kondisi tersebut mencerminkan resiko hutang Indonesia yang relatif kecil.
Rendahnya default risk serta masih tingginya coupon rate atas surat hutang yang diterbitkan Indonesia tersebut mendorong investor asing untuk berbondong-bondong membelinya. Lebih lanjut, WEF juga menyebutkan Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ke 18 dunia dengan total GDP sebesar USD 539,4 milliar. WEF percaya bahwa perekonomian Indonesia akan memberikan sumbangan postif dan berperan sangat penting dalam proses upaya pemulihan ekonomi dunia dimasa yang akan datang.
Setelah WEF, giliran UK Trade & Investment (UKTI) yang memberikan pandangannya terhadap Ekonomi Indonesia. Perlu diketahui bahwa UKTI merupakan acuan para investor di UK dan Eropa dalam menentukan pasar tempat berinvestasi. Dalam laporan yang bertajuk “Great expectations: Doing business in Emerging markets”yang dirilis pada awal september 2010, UKTI menyebutkan bahwa 523 perusahaan di Dunia telah memilih Indonesia sebagai Negara tujuan investasi ke empat di dunia setelah China, Vietnam dan India. Dalam laporannya, UKTI mengidentifikasi Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan GDP jangka panjang yang paling tinggi di dunia.

5 Negara Dengan Prediksi Pertumbuhan GDP Tertinggi Tahun 2010-2030 (Miliar USD)
Negara 2010 2030 Pertumbuhan
India 4108 28415,20 592%
China 10019,88 58998,31 489%
Mesir 500,09 2928,01 486%
Indonesia 1027,51 5633,86 448%
Vietnam 276,19 1506,94 446
Source: Economist Intelligence Unit.
Lebih lanjut, UKTI mengatakan bahwa Indonesia bersama kelompok negara yang tergabung dalam CIVETS (Colombia, Indonesia, Vietnam, Mesir, Turki and Afrika Selatan) pada tahun 2030 diprediksi akan menyamai 20% dari total GDP kelompok G7 sebagai cermin bahwa negara tersebut merupakan kelompok emerging market terbaik di dunia.
Pada akhirnya, tidak dapat dipungkiri bahwa pandangan dari beberapa institusi keuangan internasional seperti Standard n poor’s, The fitch rating, Moody’s service, IMF, WEF, serta UKTI terkait Indonesia telah mengarahkan investor global untuk memilih Indonesia sebagai tujuan investasi sehingga mendorong massive nya capital inflow.
Diluar pandangan tersebut, sebagai salah satu emerging market yang telah menjadi perhatian dunia, Indonesia terus berusaha membuktikan bahwa ekonomi nya terus tumbuh dan seakan ingin membuktikan bahwa pandangan dari berbagai institusi keuangan dunia tersebut tidak salah. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya berbagai data indikator ekonomi yang dirilis pemerintah. Seperti diketahui pada bulan Februari 2011 BPS merilis pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh 6,1% pada tahun 2010, atau tumbuh diatas prediksi IMF 6%. Setelah itu positifnya laporan keuangan para emiten di bursa saham Indonesia untuk kinerja tahun 2010 yang rata-rata mencatatkan pertumbuhan laba diatas 20% menunjukkan bahwa aktifitas pada sektor riil Indonesia juga terus tumbuh ditengah kekhawatiran melambatnya proses pemulihan ekonomi dunia. Sedangkan yang terbaru adalah kabar, dimana BPS menyebutkan bahwa nilai ekspor Indonesia selama tahun 2010 berhasil mencatatkan peningkatan sebesar 21,9% dibandingkan tahun 2009. Kenaikan ekspor yang signifikan tersebut didorong oleh melonjaknya ekspor non migas Indonesia, terutama sektor manufaktur, CPO, emas, karet dan batubara. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kinerja perusahaan indonesia yang berorientasi ekspor selama tahun 2010 ini sangat menggembirakan sehingga memberikan sentimen positif kepada kinerja ekspor indonesia sepanjang tahun 2010.
Namun demikian massifnya capital inflow ke pasar Indonesia memunculkan pertanyaan tersendiri dibenak para analis ekonomi, dimana banyak analis yang mempertanyakan komitmen dari dana asing tersebut untuk tetap bertahan lama di Indonesia, atau dengan kata lain tidak sedikit yang mengatakan bahwa arus dana asing tersebut merupakan uang panas (hot money) yang dapat menciptakan gelembung ekonomi di sektor moneter Indonesia. Dengan demikian untuk mempertahankan capital inflow agar tidak serta merta keluar, Indonesia perlu meningkatkan beberapa sektor yang sampai saat ini masih menjadi kelemahan mendasar dan dipercaya dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi kedepannya. Sektor yang paling utama adalah masalah infrastruktur, dimana menurut data yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) ada 3 sektor infrastruktur yang perlu mendapat perhatian serius yaitu pelabuhan, jalan raya, serta suplai listrik. WEF melihat bahwa ketiga infrastruktur indonesia tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya di Asia Tenggara. Disamping itu, WEF juga menggaris bawahi mengenai implementasi tekhnologi dalam sektor industri Indonesia. Untuk hal ini Indonesia masih tergolong lambat dalam mengimplementasikan tekhnologi dalam upaya efektifitas dan effisiensi dalam operasional produksi industri.
Diluar kelemahan tersebut terdapat tiga hal (key triger) yang dapat dijadikan alasan bagi investor asing untuk tetap bertahan di Indonesia, tiga key triggeryang dipercaya dapat menarik minat investor asing serta mampu menjadikan Indonesia sebagai tujuan investasi dimasa yang akan datang adalah:
- Besarnya Pasar Domestik Indonesia, dimana menurut IMF Indonesia adalah pasar terbesar ke empat dunia, setelah China, India, Amerika.
- Murahnya upah tenaga kerja Indonesia dibandingkan negara lainnya di Asia
- Sumber daya alam yang melimpah, dimana beberapa sektor sumber daya alam tersebut adalah yang terbesar dan terbaik di dunia. berikut beberapa Sumber daya alam kelas dunia yang menjadi kekuatan ekonomi Indonesia.

Sumber Natural Resources Indonesia
Gas Alam Cadangan gas alam 112 ton kubik kaki (salah satu yang terbesar di dunia)
Batu bara • Produsen batubara terbesar ke 6 dunia
• Eksportir batubara terbesar ke 2 dunia
Geothermal Menguasai 40% dari cadangan geothermal dunia
Kelapa Sawit Eksportir kelapa sawit terbesar dunia dengan produksi 19 juta ton pertahun
Cocoa Produsen cocoa terbesar ke dua dunia dengan produksi 770 ribu ton per tahun
Timah Produsen Timah terbesar ke dua dunia dengan produksi 65 ribu ton per tahun
Minyak bumi Cadangan minyak bumi lebih dari 9 Miliar barrel (30 besar dunia)

Dengan adanya pembangunan di sektor infrastruktur, meningkatnya implementasi Teknologi Informasi dalam industri manufaktur serta adanya berbagai competitive advantage yang dimiliki Indonesia dipercaya akan menjadi senjata ampuh untuk dapat mendorong pertumbuhanForeign Direct Investment di Indonesia, memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk beberapa tahun mendatang serta mampu menjadikan Indonesia sebagai motor bagi proses pemulihan ekonomi dunia.




DAFTAR PUSTAKA

http://mohammedfikri.wordpress.com/2011/06/16/indonesia-motor-pertumbuhan-ekonomi-asia-tahun-2011/

http://m.politikana.com/baca/2011/01/22/pemulihan-ekonomi-indonesia-setelah-pasca-krisis-ekonomi

http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2011/10/09/krisis-global-2011-implikasi-terhadap-perekonomian-indonesia/

http://vellynuroctavia.blogspot.com/2011/11/4-penyebab-krisis-ekonomi-indonesia.html

http://lilspace4dreams.wordpress.com/tugas-kampus-2/damapak-perekonomian-indonesia-pasca-krisis-ekonomi-global/